Ringkasan Catatan Akhir Tahun Komnas Perempuan 2020
Catatan Tahunan
(CATAHU) Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan)
mencatat kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan, serta pengaduan langsung
yang diterima oleh Komnas Perempuan melalui Unit Pengaduan Rujukan (UPR) ataupun
melewati email resmi Komnas Perempuan. Tahun 2020 Komnas perempuan mengirimkan
672 lembar formulir kepada lembaga mitra Komnas Perempuan di seluruh Indonesia
dengan tingkat respon pengembalian mencapai 35%, yaitu 239 formulir.
Tingkat respon
pengembalian bertambah dan jumlah kasus yang dilaporkan pada tahun 2019 meningkat
sebesar 6 %. Jumlah kasus KTP 2019 sebesar 431.471, jumlah ini meningkat
dibandingkan dengan tahun sebelumnya sebesar 406.178. Data ini dihimpun dari 3
sumber yakni, dari PN/Pengadilan Agama sejumlah 421.752 kasus. kedua dari Lembaga
layanan mitra Komnas Perempuan sejumlah 14.719 kasus, ketiga dari Unit
Pelayanan dan Rujukan (UPR) satu unit yang sengaja dibentuk oleh Komnas
Perempuan untuk menerima pengaduan korban yang datang langsung ke Komnas Perempuan
sebanyak 1.419 kasus yang datang ke Komnas Perempuan, di mana 1.277 kasus
adalah kasus berbasis gender 142 kasus di antaranya adalah kasus tidak berbasis
gender atau memberikan informasi.
Berdasarkan data-data
yang terkumpul, jenis kekerasan terhadap perempuan yang paling sering terjadi sama
seperti tahun sebelumnya adalah KDRT/RP (ranah personal) yang mencapai angka
75% (11.105 kasus). Ranah pribadi paling banyak dilaporkan dan tidak sedikit
diantaranya mengalami kekerasan seksual. Posisi kedua KtP di ranah
komunitas/publik dengan persentase 24% (3.602) dan terakhir adalah KtP di ranah
negara dengan persentase 0.1% (12 kasus). Pada ranah KDRT/RP kekerasan yang
paling menonjol adalah kekerasan fisik 4.783 kasus (43%), menempati peringkat
pertama disusul kekerasan seksual sebanyak 2.807 kasus (25%), psikis 2.056 (19%)
dan ekonomi 1.459 kasus (13%).
Tercatat 3.602 kasus pada
ranah publik dan komunitas kekerasan terhadap perempuan. 58% kekerasan yang
terjadi adalah Kekerasan Seksual yaitu Pencabulan (531 kasus), Perkosaan (715
kasus) dan Pelecehan Seksual (520 kasus). Sementara itu persetubuhan sebanyak
176 kasus, sisanya adalah percobaan perkosaan dan persetubuhan.
Di ranah yang menjadi
tanggung jawab negara, kasus yang dilaporkan berjumlah 12 kasus. 9 kasus dari
DKI Jakarta antara lain adalah kasus penggusuran, kasus intimidasi kepada
jurnalis ketika melakukan liputan, pelanggaran hak administrasi kependudukan,
kasus pinjaman online, tuduhan afiliasi dengan organisasi terlarang. Lalu 2
kasus berasal dari Sulawesi Selatan berupa kasus pelanggaran hak adminduk dan kesulitan
untuk akses hak kesehatan berkaitan dengan BPJS, serta 1 kasus dari Jawa Tengah
berupa pemukulan oleh oknum Satpol PP ketika terjadi penggusuran.
Untuk kekerasan di ranah
rumah tangga/relasi personal, kekerasan terhadap istri (KTI) menempati peringkat
pertama 6.555 kasus (59%), diikuti kekerasan terhadap anak perempuan sebanyak
2.341 kasus (21%), kekerasan dalam pacaran 1.815 kasus (16%%), sisanya adalah
kekerasan mantan suami, kekerasan mantan pacar, dan kekerasan terhadap pekerja
rumah tangga. Angka kekerasan terhadap anak perempuan beberapa tahun terakhir
selalu masuk angka ketiga tertinggi angka kekerasan di ranah KDRT/ relasi
personal memperlihatkan bahwa menjadi anak perempuan di dalam rumah bukan lagi
hal yang aman. Diantara mereka mengalami kekerasan seksual. Kasus inses pada
tahun ini mencapai angka 822 kasus turun 195 kasus di banding tahun 2018 yang
mencapai 1.017 kasus. Pelaku inses terbesar adalah sebesar 618 orang. Angka
marital rape pada tahun ini juga turun di banding tahun lalu. Marital rape
tahun ini sebesar 100 kasus dibanding data kasus tahun lalu yang mencapai 192
kasus yang dilaporkan.
keberanian melaporkan perkara perkosaan dalam perkawinan memberikan pencerahan
pada korban bahwa pemaksaaan hubungan seksual pada perkawinan merupakan perkosaan yg mampu ditindaklanjuti
ke proses hukum. Keberanian melaporkan masalah yang dialami
anak perempuan dan marital
rape pada lembaga layanan menunjukkan langkah
maju wanita yang selama ini cenderung
menutup serta memupuk impunitas pelaku anggota keluarga.
Komentar
Posting Komentar